Welcome to Staf Perencanaan Satuan I Gegana, Jalan Komjen M Jasin Kelapadua Depok 16451 Contact (021) 8712666 Email rengegana@gmail.com

Monday 23 November 2015

Dirgahayu Gegana

Walet hitam, walet hitam, dikau gagah berani..(baca Alap-alap)
Walet hitam semboyan jiwa merah putih..
Kami berjanji akan slalu berbakti pada ibu pertiwi..
Rela korbankan jiwa raga berjuang demi nusa dan bangsa..

Yap..hampir setiap hari lantunan syair diatas terdengar berkumandang di langit Kelapadua, menggema menyebarkan semangat dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia.,membakar jiwa, menusuk ke dalam tulang-tulang dan terpatri dalam-dalam di hati dan fikiran.
Tugas berat yang diemban, yang diamanahkan kepada Kesatuan tentunya harus dilaksanakan dengan baik serta memperoleh hasil yang maksimal.
Tidak terasa telah 41 tahun Gegana mengabdi kepada Tanah Air Indonesia, telah banyak prestasi yang ditorehkan walaupun tidak sedikit pula jiwa dan raga yang melayang karena mempertahankan tegak berdirinya bangsa,.
Tidak terasa 41 tahun Gegana setia dan mengawal Indonesia menuju kejayaan yang disegani oleh negara dan bangsa dunia,.
Dirgahayu Gegana...
Jayalah selalu pengabdianmu..
Jayalah selalu kesetiaanmu..
Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan kepada seluruh anggota dan keluarga Gegana serta memberikan arah jalan yang benar, lurus sesuai dengan agama dan peraturan Negara..

Marilah kita tunduk sejenak, mendoakan para pahlawan Gegana..
Yang telah gugur mendahului, demi menegakkan kokohnya Negeri tercinta..
Dan telah mengorbankan jiwa raga demi tetap damainya bangsa..

Tidak ada salahnya diulas kembali sejarah Gegana,.(dari berbagai sumber)
Agar generasi penerus Gegana mewarisi jiwa patriot para pendahulu, dengan keringat dan darah membesarkan nama Gegana, dengan jiwa dan raganya mengharumkan nama Gegana..
Satuan I Gegana adalah bagian dari POLRI yang tergabung dalam Brigade Mobil (Brimob) yang memiliki kemampuan khusus seperti anti teror, penjinakan bom, intelijen, anti anarkis, dan penanganan KBR (Kimia, Biologi, Radio aktif).

Dalam perjalanan sejarahnya, Gegana berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai satuan khusus Polri mampu menangani tugas-tugas berkadar tinggi. Beberapa tugas yang telah berhasil dilaksanakan oleh satuan ini antara lain Konflik Aceh, Penangkapan teroris Poso, penjinakan bom, dan lain-lain.
Peristiwa pembajakan pesawat udara di Australia pada tahun 1974 merupakan awal terbentuknya Satuan Gegana Korps Brimob POLRI. Untuk mengantisipasi terulang kembali dampak peristiwa pembajakan tersebut terhadap keamanan NKRI dan mengingat geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia, maka dibentuklah satuan Gegana dengan tugas pokok sebagai Pasukan Khusus Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Berdasarkan Surat Keputusan Kadapol Metro Jaya tentang penanggulangan kejahatan pembajakan udara/ laut dan terorisme internasional, Gegana merupakan realisasi fisik dari instruksi Menteri Pertahanan dan Keamanan, Panglima ABRI dan Instruksi Kapolri.
Satuan Gegana terbentuk sejak tahun 1974, tetapi Departemen Pertahanan dan Keamanan baru mengesahkan posisi Satuan Gegana di dalam lingkungan angkatan bersenjata RI secara resmi pada tahun 1976. Meskipun Gegana termasuk komponen pasukan elit di lingkungan POLRI, ia terus membenahi diri. Ketika Jenderal Polisi Drs. Anton Soedjarwo menjadi Kapolri, Gegana merekonstruksi diri dari sebuah kompi Satuan menjadi satu Detasemen. Di bawah pimpinan Letkol Pol. Drs. Soepeno Markas Komando Gegana sempat dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Petamburan III Jakbar dan selanjutnya ke Mabes Polri Jakarta Selatan. Baru pada tahun 1985 terjadi peralihan kedudukan Detasemen Gegana Metro Jaya ke Komapta POLRI atau sekarang yang kita kenal dengan nama Korps Brimob POLRI. Tugas Pokok Satuan Gegana pada masa itu adalah membantu Kadapol VII Metro Jaya dalam tugas operasional Kepolisian, khususnya menanggulangi terorisme internasional yang melakukan pembajakan pesawat udara/ laut, penculikan terhadap Warga Negara Asing dan staf Kedutaan Besar negara asing, serta penyanderaan yang terjadi di wilayah Kodak VII Metro Jaya. Seiring perkembangan zaman, tuntutan tugas Satuan Gegana Kodak VII Metro Jaya meluas hingga mencakup seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tertanggal 13 Desember 1984 Detasemen Gegana resmi berada dibawah Pusbrimob.
Calon anggota Gegana pada masa itu diambil dari mantan–mantan Pelopor yang telah lulus mengikuti seleksi. Pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (Gegana) ini mengikuti pendidikan lanjutan selama 4 bulan di Klapadua-Depok, Ciputat dan Pelabuhan Ratu–Sukabumi, kecuali unit Jihandak mengikuti pendidikan di Pusdikif Zeni di Cimahi, Jawa Barat. Setelah selesai mengikuti pendidikan maka anggota tersebut ditempatkan di Markas Komando Petamburan III dengan kekuatan 4 Subden.
Satuan Gegana Komdak VII Metro Jaya beralih kedudukan menjadi Satuan Pelaksana pada Pusat Brigade Mobil Direktorat Samapta POLRI dengan nama baru Detasemen Gegana Pusbrimob Mabes POLRI. Pada tanggal 16 September 1996 Pusbrimob berubah nama kembali menjadi Korps Brimob POLRI, maka Detasemen Gegana Pusbrimob mengalami pemekaran menjadi Resimen II Gegana Korps Brimob POLRI dengan kemampuan dan kualifikasi yang sama tiap – tiap Detasemen jadi tidak ada pengkhususan kemampuan. Kemudian pada tanggal 25 Mei 2001 Resimen II berganti nama menjadi Resimen IV Gegana Korbrimob Polri.
Pada tahun 2002 Resimen IV Gegana diperbesar kekuatannya menjadi Satuan I Gegana. Perubahan waktu dan tuntutan di lapangan menyebabkan strukturisasi Susunan Sat I Gegana berubah lagi dengan keluarnya Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun 2010 tanggal 14 September 2010. Satuan I Gegana saat ini mempunyai 5 detasemen yang masing-masingnya mempunyai kemapuan utama yaitu Intelijen, Jibom, Anti Anarkis, KBR, dan Anti-teror.
Sebagai Satuan Khusus, dalam melaksanakan tugasnya, jumlah personel Gegana yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel Brimob pada umumnya. Dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga detasemen, oleh karena itu Gegana jarang sekali melakukan tugas dengan melibatkan satu detasemen sekaligus.

Satuan Gegana yang memiliki tugas pokok membantu Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian di daerah seluruh Indonesia dalam rangka tugas operasional kepolisian, khususnya dalam menanggulangi pembajakan, penculikan, ancaman bom, dan Search and Rescue (SAR), dengan berkembangnya situasi keamanan dan ilmu pengetahuan maka dirasakan kurangnya kebutuhan akan tenaga ahli khususnya di bidang penjinakan bom sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka mulai tahun 1990 Gegana Brimob POLRI mulai menerima tenaga-tenaga sarjana yang disaring melalui Pendidikan Perwira Sumber Sarjana ( PPSS ) yang mayoritasnya diambil dari Sarjana Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Biologi, Teknik Nuklir, Teknik Komunikasi, Kedokteran dll. Keberadaan tenaga ahli tersebut semakin meningkatkan kemampuan Gegana dalam melaksanakan tugas–tugas Polri yang berkategori berat
Gegana sebagai pasukan inti Polri mempunyai wilayah kerja diseluruh Republik Indonesia. Keanggotaan Gegana tidak terbatas hanya kaum pria saja tetapi juga tenaga-tenaga wanita atau polwan yang terampil dan handal dibutuhkan pula untuk memperkuat barisan Gegana Polri. Mengacu pada hukum HAM internasional, keberadaan polwan pada satuan khusus ini berfungsi dalam penanganan tersangka perempuan, terutama dalam penggeledahan dan interogasi. Beberapa prestasi juga telah diukir Polwan gegana, khususnya dalam olahraga terjun payung tingkat nasional dan internasional.
Nama Gegana berasal dari kata Gheghono merupakan bahasa Sansekerta yang berarti awang–awang, sesuai dengan tugas utamanya pada saat itu sebagai pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Pada saat acara peresmian Satuan Gegana, dipamerkan juga pakaian khusus pasukan Gegana yang berwarna hitam. Acara peresmian tersebut dihadiri pula oleh Komandan Pasukan Khusus Anti Teror Jerman. Naasnya, saat dilakukan peragaan ada dua orang anggota Gegana yang kehilangan tangannya akibat ledakan bom.
Awal mulanya lambang Gegana bukanlah burung walet namun “kilat“ yang merupakan lambang “Ranger” namun pada saat Jenderal Polisi (Purn) Almarhum Anton Soedjarwo menjabat sebagai Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia maka lambang Gegana diubah menjadi “Alap-alap” yang melambangkan sifat fisik dan mental anggota Gegana yang kuat dan kokoh dalam menghadapi hujan / panas tanpa kenal lelah dalam pelaksanaan tugas dilapangan.
Gegana memiliki moto “Setia, Tabah, Waspada” dan moto pengabdian “Pengabdian yang paling membahagiakan dalam hidup ini ialah apabila kita berbuat sesuatu bagi bangsa dan Negara yang menurut orang lain tidak mungkin mampu kita lakukan” menjadi pedoman setiap anggota Gegana dalam tugas maupun di kehidupan sehari-hari.

Friday 20 November 2015

Tebak Logika

Ketemu lagi di hari yang menyehatkan ini..
Hup..hap..hup..hap..satu..dua..tiga..
Ambil nafas panjaaangggg.....sambil tarik tangan keatas...tahannnn
Yak...lepaskan nafas pelan-pelan...tangan ayun kebawah
Sungguh berbahagia sekali yang bisa mengikuti olahraga pagi
Badan sehat, penyakit pada menjauh, bisa ketawa bareng-bareng..
Badan berpeluh namun menjadi segar dan tentu saja fikiran pun menjadi positif dan pastinya akan menjadikan energi yang positif pula..
Sungguh nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan.?
Diberikan kesehatan adalah aset yang sangat vital dalam melaksanakan setiap kegiatan, jadi mari syukuri nikmat sehat ini dan tentu menjadi penyemangat dalam setiap aktifitas..
Pasukan hebat, dilihat pertama dari performance dan tentu fisiknya, setelah itu baru bla...blaa...blaaa...

Silahkan sambil menikmati bubur kacang hijaunya,,hari ini ngobrol santai saja

Sesuai dengan arahan Kasi Provos kemarin pagi saat mengambil apel, Gegana itu embrionya adalah ini...ini...dan ini...salah satunya adalah kecerdasan,.
Yap..Gegana harus cerdas, apakah ada perbedaaan antara cerdas dengan pintar.?
Tentunya orang yang cerdas pasti pintar, namun sebaliknya orang pintar belum tentu cerdas..gimana.?
Nah...untuk membuktikan bapak dan ibu sekalian adalah orang cerdas, mari kita lakukan tes sampling yang menggunakan logika, dan hanya orang cerdas saja yang bisa menyelesaikan kasus ini hehe...

Soal Pertama
Dari gambar tersebut, coba tebak berapakah jumlah balok yang sebenarnya.?

Soal Kedua
Menggunakan pola-pola tertentu, ngaku cerdas,? silahkan dijawab

Soal Ketiga


Jadi hari apakah yang dimaksud gambar diatas.? Hayooo...

Soal Keempat
Lihat baik-baik polanya, baru bisa menjawab pertanyaan..

Soal Kelima
Kurang dari 1 menit ya...bisa gak menemukan kesalahan dari deret angka..

Soal Keenam
Hayo siapa yang bisa ngejawab yang ini,,?

Soal Ketujuh
Asli bener-bener jagoan nih yang bisa jawab ni soal,,hehehe...

Soal Kedelapan
Lihat polanya dahulu sebelum menjawab,,be smart ya..haha..

Soal Kesembilan
Nomor berapakah mobil tersebut parkir.? ini soal untuk anak SD hehe..tapi di hongkong sana..

Soal Kesepuluh
Lihat baik-baik yak...ada berapakah gambar kuda diatas.?

Soal Kesebelas 
Perhatikan dengan cermat, ada berapakah ikan dan burung bangau.?

Soal Keduabelas

Yap..tiga pertanyaan dengan satu jawaban..jawaban logika

Soal Ketigabelas
Lihat polanya ya..? dan segera temukan jawabanya..

Soal Keempatbelas
Soal ini yang paling mudah...silahkan dijawab..

Soal Kelimabelas
Jadi kemana uang 1 juta gue...? tolong cariin dongz...

Yap sementara segitu dahulu,,semoga selesai dalam kurang 10 menit hehe...
yang menandakan memang anda cerdas dan berhak menjadi salah satu penerus Gegana yang handal hehe...

Thursday 12 November 2015

Dirgahayu Brigade Mobil ke 70

Pasukan Korps Brigade Mobil sanggup berkorban jiwa,
Demi Kepentingan Negara Republik Indonesia,
Demikianlah lagu Mars yang sering terdengar menjelang apel pagi, siang dan saat upacara berlangsung..
Lagu penggugah semangat, membakar emosional mengingatkan kepada seluruh anggota Brimob tentang tujuan Brigade Mobil dibentuk, tidak semata hanya sebagai ladang pencari nafkah saja, apalagi mengejar kepentingan pribadi, namun lebih besar dari itu yakni mengawal dan menyelamatkan Kepentingan Negara Republik Indonesia (ini tafsiran penulis yak,,kalau salah-salah dikit mohon maklum hehe..)

Dan lebih dahsyat lagi pada Hymne Brimob..
Ya tuhan Maha suci, Ini jiwa raga kami..
Demi nusa dan bangsa bimbing kami kejalan yang mulya..
Demi keberhasilan tugas Brimob, Pengorbanan adalah kehormatan..
Skali melangkah pantang menyerah, Skali tampil harus berhasil..
Inilah janji kami, Inilah sumpah kami..

Bagimu tercinta Indonesia...
Asli saat mendengar pertama kali pada sekitar tahun 2004 saat penugasan di Aceh waktu itu, merinding kalau mendengar lagu ini dilantunkan, bibir ini kelu tidak bisa berucap sebait lagu pun..berat rasanya tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap personel Brimob..
Hebat banget yang menciptkan lagu ini..
Yap..dan masih banyak syair yang sering dilantunkan untuk menggugah rasa Nasionalisme, untuk tetap konsisten dalam pengabdian kepada NKRI.

Tanggal 14 November 2015 merupakan tahun ke 70 Korps Brimob Polri dengan setia mendukung tegaknya Republik Indonesia sampai saat ini,.
Dirgahayu Brigade Mobil, Semoga Jaya Selalu..

Dibawah ini akan kita bahas pembentukan Brigade Mobil dengan maksud, refreshing bagi yang telah lupa dan pembelajaran untuk para personel baru Polri yang bergabung dengan Brigade Mobil..(Anggota baru maksudnye..)

Sejarah Pembentukan Brimob
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Tokubetsu Keisatsutai atau Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Mohammad Yasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November 1945 melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada masa penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu Keisatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti Yana Utama.
Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.
Menghadapi Gerakan Separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.

Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.
Berganti Nama Menjadi Brimob
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personel, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Pada tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)

Brimob dalam peristiwa (Masa Lampau)

Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn) Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.Brimob jg melindungi Presiden Soekarno dari kudeta militer.

Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alap terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.

Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri.
Pelopor
Keuntungan utama membentuk pasukan khusus pada masa konflik adalah pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya. Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber, Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun 1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.
Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan Operasi Militer IV di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani Effendi. Penugasan ke Sumatera ini dalam supervisi langsung dari Letjen Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatera pimpinan Mayor Malik.

Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula, Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Pada masa ini pasukan Brimob-Rangers Indonesia berhadapan dengan unit elite SAS dari Inggris.

Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis. Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun, karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih sebagai pasukan komando, maka insting pasukan komando mereka jauh berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah terlupakan dari sejarah militer Indonesia. Padahal salah satu mantan Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.
Gegana
Satuan I Gegana adalah bagian dari POLRI yang tergabung dalam Brigade Mobil (brimob) yang memiliki kemampuan khusus seperti anti teror, penjinakan bom, intelijen, anti anarkis, dan penanganan KBR (Kimia, Biologi, Radio aktif).

Dalam perjalanan sejarahnya, Gegana berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai satuan khusus Polri mampu menangani tugas-tugas berkadar tinggi. Beberapa tugas yang telah berhasil dilaksanakan oleh satuan ini antara lain Konflik Aceh, Penangkapan teroris Poso, penjinakan bom, dan lain-lain.

Peristiwa pembajakan pesawat udara di Australia pada tahun 1974 merupakan awal terbentuknya Satuan Gegana Korps Brimob POLRI. Untuk mengantisipasi terulang kembali dampak peristiwa pembajakan tersebut terhadap keamanan NKRI dan mengingat geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia, maka dibentuklah satuan Gegana dengan tugas pokok sebagai Pasukan Khusus Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Berdasarkan Surat Keputusan Kadapol Metro Jaya tentang penanggulangan kejahatan pembajakan udara/ laut dan terorisme internasional, Gegana merupakan realisasi fisik dari instruksi Menteri Pertahanan dan Keamanan, Panglima ABRI dan Instruksi Kapolri.

Satuan Gegana terbentuk sejak tahun 1974, tetapi Departemen Pertahanan dan Keamanan baru mengesahkan posisi Satuan Gegana di dalam lingkungan angkatan bersenjata RI secara resmi pada tahun 1976. Meskipun Gegana termasuk komponen pasukan elit di lingkungan POLRI, ia terus membenahi diri. Ketika Jenderal Polisi Drs. Anton Soedjarwo menjadi Kapolri, Gegana merekonstruksi diri dari sebuah kompi Satuan menjadi satu Detasemen. Di bawah pimpinan Letkol Pol. Drs. Soepeno Markas Komando Gegana sempat dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Petamburan III Jakbar dan selanjutnya ke Mabes Polri Jakarta Selatan. Baru pada tahun 1985 terjadi peralihan kedudukan Detasemen Gegana Metro Jaya ke Komapta POLRI atau sekarang yang kita kenal dengan nama Korps Brimob POLRI. Tugas Pokok Satuan Gegana pada masa itu adalah membantu Kadapol VII Metro Jaya dalam tugas operasional Kepolisian, khususnya menanggulangi terorisme internasional yang melakukan pembajakan pesawat udara/ laut, penculikan terhadap Warga Negara Asing dan staf Kedutaan Besar negara asing, serta penyanderaan yang terjadi di wilayah Kodak VII Metro Jaya. Seiring perkembangan zaman, tuntutan tugas Satuan Gegana Kodak VII Metro Jaya meluas hingga mencakup seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tertanggal 13 Desember 1984 Detasemen Gegana resmi berada dibawah Pusbrimob.

Calon anggota Gegana pada masa itu diambil dari mantan–mantan Pelopor yang telah lulus mengikuti seleksi. Pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (Gegana) ini mengikuti pendidikan lanjutan selama 4 bulan di Klapadua-Depok, Ciputat dan Pelabuhan Ratu–Sukabumi, kecuali unit Jihandak mengikuti pendidikan di Pusdikif Zeni di Cimahi, Jawa Barat. Setelah selesai mengikuti pendidikan maka anggota tersebut ditempatkan di Markas Komando Petamburan III dengan kekuatan 4 Subden.

Satuan Gegana Komdak VII Metro Jaya beralih kedudukan menjadi Satuan Pelaksana pada Pusat Brigade Mobil Direktorat Samapta POLRI dengan nama baru Detasemen Gegana Pusbrimob Mabes POLRI. Pada tanggal 16 September 1996 Pusbrimob berubah nama kembali menjadi Korps Brimob POLRI, maka Detasemen Gegana Pusbrimob mengalami pemekaran menjadi Resimen II Gegana Korps Brimob POLRI dengan kemampuan dan kualifikasi yang sama tiap – tiap Detasemen jadi tidak ada pengkhususan kemampuan. Kemudian pada tanggal 25 Mei 2001 Resimen II berganti nama menjadi Resimen IV Gegana Korbrimob Polri.

Pada tahun 2002 Resimen IV Gegana diperbesar kekuatannya menjadi Satuan I Gegana. Perubahan waktu dan tuntutan di lapangan menyebabkan strukturisasi Susunan Sat I Gegana berubah lagi dengan keluarnya Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun 2010 tanggal 14 September 2010. Satuan I Gegana saat ini mempunyai 5 detasemen yang masing-masingnya mempunyai kemapuan utama yaitu Intelijen, Jibom, Anti Anarkis, KBR, dan Anti-teror.

Sebagai Satuan Khusus, dalam melaksanakan tugasnya, jumlah personel Gegana yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel Brimob pada umumnya. Dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga detasemen, oleh karena itu Gegana jarang sekali melakukan tugas dengan melibatkan satu detasemen sekaligus.

Satuan Gegana yang memiliki tugas pokok membantu Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian di daerah seluruh Indonesia dalam rangka tugas operasional kepolisian, khususnya dalam menanggulangi pembajakan, penculikan, ancaman bom, dan Search and Rescue (SAR), dengan berkembangnya situasi keamanan dan ilmu pengetahuan maka dirasakan kurangnya kebutuhan akan tenaga ahli khususnya di bidang penjinakan bom sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka mulai tahun 1990 Gegana Brimob POLRI mulai menerima tenaga-tenaga sarjana yang disaring melalui Pendidikan Perwira Sumber Sarjana ( PPSS ) yang mayoritasnya diambil dari Sarjana Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Biologi, Teknik Nuklir, Teknik Komunikasi, Kedokteran dll. Keberadaan tenaga ahli tersebut semakin meningkatkan kemampuan Gegana dalam melaksanakan tugas–tugas Polri yang berkategori berat
Gegana sebagai pasukan inti Polri mempunyai wilayah kerja diseluruh Republik Indonesia. Keanggotaan Gegana tidak terbatas hanya kaum pria saja tetapi juga tenaga-tenaga wanita atau polwan yang terampil dan handal dibutuhkan pula untuk memperkuat barisan Gegana Polri. Mengacu pada hukum HAM internasional, keberadaan polwan pada satuan khusus ini berfungsi dalam penanganan tersangka perempuan, terutama dalam penggeledahan dan interogasi. Beberapa prestasi juga telah diukir Polwan gegana, khususnya dalam olahraga terjun payung tingkat nasional dan internasional.

Nama Gegana berasal dari kata Gheghono merupakan bahasa Sansekerta yang berarti awang–awang, sesuai dengan tugas utamanya pada saat itu sebagai pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Pada saat acara peresmian Satuan Gegana, dipamerkan juga pakaian khusus pasukan Gegana yang berwarna hitam. Acara peresmian tersebut dihadiri pula oleh Komandan Pasukan Khusus Anti Teror Jerman. Naasnya, saat dilakukan peragaan ada dua orang anggota Gegana yang kehilangan tangannya akibat ledakan bom.

Awal mulanya lambang Gegana bukanlah burung walet namun “kilat“ yang merupakan lambang “Ranger” namun pada saat Jenderal Polisi (Purn) Almarhum Anton Soedjarwo menjabat sebagai Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia maka lambang Gegana diubah menjadi “Alap-alap” yang melambangkan sifat fisik dan mental anggota Gegana yang kuat dan kokoh dalam menghadapi hujan / panas tanpa kenal lelah dalam pelaksanaan tugas dilapangan.

Gegana memiliki moto “Setia, Tabah, Waspada” dan moto pengabdian “Pengabdian yang paling membahagiakan dalam hidup ini ialah apabila kita berbuat sesuatu bagi bangsa dan Negara yang menurut orang lain tidak mungkin mampu kita lakukan” menjadi pedoman setiap anggota Gegana dalam tugas maupun di kehidupan sehari-hari.

Tuesday 10 November 2015

Hari Pahlawan 10 November 2015

Hari ini tanggal 10 November 2015 
Tentu sahabat semua yang baik hatinya, tahu tentang sejarah 10 Nopember,.
Eh..sebentar..sebelum masuk ke lebih jauh sebenarnya tulisan yang benar itu NoVember atau NoPember.? hayooo....
Beberapa surat yang masuk ke kantor masih berbeda-beda penulisan, ini yang harus diluruskan, jangan sampai capek-capek bikin, sudah ditandatangani Boss, jauh pula nganternya, sampai di Taud kena tilang, coret lagi..gubraakkkkkk apa gak bikin kesel,? main corat-coret aja hahaha (maaf ya pak haji...)
Nahh...menurut kamus bahasa Indonesia Online beginilah penulisan yang benar
November adalah bulan kesebelas tahun dalam Kalender Gregorian. Kata ini diambil dari Bahasa Belanda yang mengambil dari bahasa Latin; novem yang berarti "sembilan" karena dahulu kala tahun bermula pada bulan Maret. Bulan ini memiliki 30 hari. Berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia Terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Penerbit Balai Pustaka, Cetakan Pertama Edisi III, tahun 2001, pengejaan yang benar adalah "November".

Kembali lagi tentang 10 November, ada apakah gerangan pada tanggal itu, yak sekedar mengingatkan saja, sekedar refreshing saja..yang jelas tahun depan kita terima gaji 14 kali (Gaji 13 plus THR) dengan konsekuensi tidak naik gaji dan ULP (apa hubungannya dengan 10 November bro...hahaha)

Yap..silahkan bikin kopi ma beli cemilan dahulu, karena ceritanya lumayan panjang..
Biar mata tetep melek dan mulut tetep komat-kamit, sehingga otak pun akan terus bekerja dan tidak menghasilkan zat aenosine yang membuat mata mengantuk..
Baiklah kita mulai saja..

Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Hotel Oranje / Yamato
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato. Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Penurunan Bendera Belanda
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Mobil Brigadir Jenderal Malabby
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Bombardir Surabaya
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.

Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Bung Tomo
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.

Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Para Pahlawan kita
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.