Welcome to Staf Perencanaan Satuan I Gegana, Jalan Komjen M Jasin Kelapadua Depok 16451 Contact (021) 8712666 Email rengegana@gmail.com

Thursday, 12 November 2015

Dirgahayu Brigade Mobil ke 70

Pasukan Korps Brigade Mobil sanggup berkorban jiwa,
Demi Kepentingan Negara Republik Indonesia,
Demikianlah lagu Mars yang sering terdengar menjelang apel pagi, siang dan saat upacara berlangsung..
Lagu penggugah semangat, membakar emosional mengingatkan kepada seluruh anggota Brimob tentang tujuan Brigade Mobil dibentuk, tidak semata hanya sebagai ladang pencari nafkah saja, apalagi mengejar kepentingan pribadi, namun lebih besar dari itu yakni mengawal dan menyelamatkan Kepentingan Negara Republik Indonesia (ini tafsiran penulis yak,,kalau salah-salah dikit mohon maklum hehe..)

Dan lebih dahsyat lagi pada Hymne Brimob..
Ya tuhan Maha suci, Ini jiwa raga kami..
Demi nusa dan bangsa bimbing kami kejalan yang mulya..
Demi keberhasilan tugas Brimob, Pengorbanan adalah kehormatan..
Skali melangkah pantang menyerah, Skali tampil harus berhasil..
Inilah janji kami, Inilah sumpah kami..

Bagimu tercinta Indonesia...
Asli saat mendengar pertama kali pada sekitar tahun 2004 saat penugasan di Aceh waktu itu, merinding kalau mendengar lagu ini dilantunkan, bibir ini kelu tidak bisa berucap sebait lagu pun..berat rasanya tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap personel Brimob..
Hebat banget yang menciptkan lagu ini..
Yap..dan masih banyak syair yang sering dilantunkan untuk menggugah rasa Nasionalisme, untuk tetap konsisten dalam pengabdian kepada NKRI.

Tanggal 14 November 2015 merupakan tahun ke 70 Korps Brimob Polri dengan setia mendukung tegaknya Republik Indonesia sampai saat ini,.
Dirgahayu Brigade Mobil, Semoga Jaya Selalu..

Dibawah ini akan kita bahas pembentukan Brigade Mobil dengan maksud, refreshing bagi yang telah lupa dan pembelajaran untuk para personel baru Polri yang bergabung dengan Brigade Mobil..(Anggota baru maksudnye..)

Sejarah Pembentukan Brimob
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Tokubetsu Keisatsutai atau Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Mohammad Yasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November 1945 melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada masa penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu Keisatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti Yana Utama.
Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.
Menghadapi Gerakan Separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.

Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.
Berganti Nama Menjadi Brimob
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personel, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Pada tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)

Brimob dalam peristiwa (Masa Lampau)

Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn) Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.Brimob jg melindungi Presiden Soekarno dari kudeta militer.

Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alap terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.

Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri.
Pelopor
Keuntungan utama membentuk pasukan khusus pada masa konflik adalah pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya. Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber, Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun 1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.
Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan Operasi Militer IV di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani Effendi. Penugasan ke Sumatera ini dalam supervisi langsung dari Letjen Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatera pimpinan Mayor Malik.

Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula, Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Pada masa ini pasukan Brimob-Rangers Indonesia berhadapan dengan unit elite SAS dari Inggris.

Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis. Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun, karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih sebagai pasukan komando, maka insting pasukan komando mereka jauh berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah terlupakan dari sejarah militer Indonesia. Padahal salah satu mantan Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.
Gegana
Satuan I Gegana adalah bagian dari POLRI yang tergabung dalam Brigade Mobil (brimob) yang memiliki kemampuan khusus seperti anti teror, penjinakan bom, intelijen, anti anarkis, dan penanganan KBR (Kimia, Biologi, Radio aktif).

Dalam perjalanan sejarahnya, Gegana berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai satuan khusus Polri mampu menangani tugas-tugas berkadar tinggi. Beberapa tugas yang telah berhasil dilaksanakan oleh satuan ini antara lain Konflik Aceh, Penangkapan teroris Poso, penjinakan bom, dan lain-lain.

Peristiwa pembajakan pesawat udara di Australia pada tahun 1974 merupakan awal terbentuknya Satuan Gegana Korps Brimob POLRI. Untuk mengantisipasi terulang kembali dampak peristiwa pembajakan tersebut terhadap keamanan NKRI dan mengingat geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia, maka dibentuklah satuan Gegana dengan tugas pokok sebagai Pasukan Khusus Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Berdasarkan Surat Keputusan Kadapol Metro Jaya tentang penanggulangan kejahatan pembajakan udara/ laut dan terorisme internasional, Gegana merupakan realisasi fisik dari instruksi Menteri Pertahanan dan Keamanan, Panglima ABRI dan Instruksi Kapolri.

Satuan Gegana terbentuk sejak tahun 1974, tetapi Departemen Pertahanan dan Keamanan baru mengesahkan posisi Satuan Gegana di dalam lingkungan angkatan bersenjata RI secara resmi pada tahun 1976. Meskipun Gegana termasuk komponen pasukan elit di lingkungan POLRI, ia terus membenahi diri. Ketika Jenderal Polisi Drs. Anton Soedjarwo menjadi Kapolri, Gegana merekonstruksi diri dari sebuah kompi Satuan menjadi satu Detasemen. Di bawah pimpinan Letkol Pol. Drs. Soepeno Markas Komando Gegana sempat dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Petamburan III Jakbar dan selanjutnya ke Mabes Polri Jakarta Selatan. Baru pada tahun 1985 terjadi peralihan kedudukan Detasemen Gegana Metro Jaya ke Komapta POLRI atau sekarang yang kita kenal dengan nama Korps Brimob POLRI. Tugas Pokok Satuan Gegana pada masa itu adalah membantu Kadapol VII Metro Jaya dalam tugas operasional Kepolisian, khususnya menanggulangi terorisme internasional yang melakukan pembajakan pesawat udara/ laut, penculikan terhadap Warga Negara Asing dan staf Kedutaan Besar negara asing, serta penyanderaan yang terjadi di wilayah Kodak VII Metro Jaya. Seiring perkembangan zaman, tuntutan tugas Satuan Gegana Kodak VII Metro Jaya meluas hingga mencakup seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tertanggal 13 Desember 1984 Detasemen Gegana resmi berada dibawah Pusbrimob.

Calon anggota Gegana pada masa itu diambil dari mantan–mantan Pelopor yang telah lulus mengikuti seleksi. Pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (Gegana) ini mengikuti pendidikan lanjutan selama 4 bulan di Klapadua-Depok, Ciputat dan Pelabuhan Ratu–Sukabumi, kecuali unit Jihandak mengikuti pendidikan di Pusdikif Zeni di Cimahi, Jawa Barat. Setelah selesai mengikuti pendidikan maka anggota tersebut ditempatkan di Markas Komando Petamburan III dengan kekuatan 4 Subden.

Satuan Gegana Komdak VII Metro Jaya beralih kedudukan menjadi Satuan Pelaksana pada Pusat Brigade Mobil Direktorat Samapta POLRI dengan nama baru Detasemen Gegana Pusbrimob Mabes POLRI. Pada tanggal 16 September 1996 Pusbrimob berubah nama kembali menjadi Korps Brimob POLRI, maka Detasemen Gegana Pusbrimob mengalami pemekaran menjadi Resimen II Gegana Korps Brimob POLRI dengan kemampuan dan kualifikasi yang sama tiap – tiap Detasemen jadi tidak ada pengkhususan kemampuan. Kemudian pada tanggal 25 Mei 2001 Resimen II berganti nama menjadi Resimen IV Gegana Korbrimob Polri.

Pada tahun 2002 Resimen IV Gegana diperbesar kekuatannya menjadi Satuan I Gegana. Perubahan waktu dan tuntutan di lapangan menyebabkan strukturisasi Susunan Sat I Gegana berubah lagi dengan keluarnya Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun 2010 tanggal 14 September 2010. Satuan I Gegana saat ini mempunyai 5 detasemen yang masing-masingnya mempunyai kemapuan utama yaitu Intelijen, Jibom, Anti Anarkis, KBR, dan Anti-teror.

Sebagai Satuan Khusus, dalam melaksanakan tugasnya, jumlah personel Gegana yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel Brimob pada umumnya. Dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga detasemen, oleh karena itu Gegana jarang sekali melakukan tugas dengan melibatkan satu detasemen sekaligus.

Satuan Gegana yang memiliki tugas pokok membantu Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian di daerah seluruh Indonesia dalam rangka tugas operasional kepolisian, khususnya dalam menanggulangi pembajakan, penculikan, ancaman bom, dan Search and Rescue (SAR), dengan berkembangnya situasi keamanan dan ilmu pengetahuan maka dirasakan kurangnya kebutuhan akan tenaga ahli khususnya di bidang penjinakan bom sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka mulai tahun 1990 Gegana Brimob POLRI mulai menerima tenaga-tenaga sarjana yang disaring melalui Pendidikan Perwira Sumber Sarjana ( PPSS ) yang mayoritasnya diambil dari Sarjana Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Biologi, Teknik Nuklir, Teknik Komunikasi, Kedokteran dll. Keberadaan tenaga ahli tersebut semakin meningkatkan kemampuan Gegana dalam melaksanakan tugas–tugas Polri yang berkategori berat
Gegana sebagai pasukan inti Polri mempunyai wilayah kerja diseluruh Republik Indonesia. Keanggotaan Gegana tidak terbatas hanya kaum pria saja tetapi juga tenaga-tenaga wanita atau polwan yang terampil dan handal dibutuhkan pula untuk memperkuat barisan Gegana Polri. Mengacu pada hukum HAM internasional, keberadaan polwan pada satuan khusus ini berfungsi dalam penanganan tersangka perempuan, terutama dalam penggeledahan dan interogasi. Beberapa prestasi juga telah diukir Polwan gegana, khususnya dalam olahraga terjun payung tingkat nasional dan internasional.

Nama Gegana berasal dari kata Gheghono merupakan bahasa Sansekerta yang berarti awang–awang, sesuai dengan tugas utamanya pada saat itu sebagai pasukan Anti Pembajakan Pesawat Udara (ATBARA). Pada saat acara peresmian Satuan Gegana, dipamerkan juga pakaian khusus pasukan Gegana yang berwarna hitam. Acara peresmian tersebut dihadiri pula oleh Komandan Pasukan Khusus Anti Teror Jerman. Naasnya, saat dilakukan peragaan ada dua orang anggota Gegana yang kehilangan tangannya akibat ledakan bom.

Awal mulanya lambang Gegana bukanlah burung walet namun “kilat“ yang merupakan lambang “Ranger” namun pada saat Jenderal Polisi (Purn) Almarhum Anton Soedjarwo menjabat sebagai Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia maka lambang Gegana diubah menjadi “Alap-alap” yang melambangkan sifat fisik dan mental anggota Gegana yang kuat dan kokoh dalam menghadapi hujan / panas tanpa kenal lelah dalam pelaksanaan tugas dilapangan.

Gegana memiliki moto “Setia, Tabah, Waspada” dan moto pengabdian “Pengabdian yang paling membahagiakan dalam hidup ini ialah apabila kita berbuat sesuatu bagi bangsa dan Negara yang menurut orang lain tidak mungkin mampu kita lakukan” menjadi pedoman setiap anggota Gegana dalam tugas maupun di kehidupan sehari-hari.

No comments:

Post a Comment