Welcome to Staf Perencanaan Satuan I Gegana, Jalan Komjen M Jasin Kelapadua Depok 16451 Contact (021) 8712666 Email rengegana@gmail.com

Monday, 29 June 2015

Dalil Seputar Bulan Ramadhan

Subhanallah....
Alhamdulillah...
Allahu Akbar.....
Akhirnya berjumpa dengan Ramadhan kembali..
Bulan penuh berkah, bulan yang selalu dinantikan kedatangannya oleh seluruh umat islam..

Berikut ini akan diposting Dalil seputar RAMADHAN
Semoga bermanfaat................

Carilah Bekal Akhiratmu di Bulan yang penuh Berkah
Para pembaca rahimakumullah, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala memudahkan kita semua dalam melaksanakan semua perintah-perintah-Nya, termasuk dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini.

Bulan Ramadhan adalah suatu kesempatan emas bagi kaum muslimin untuk meraih berbagai pahala, karena di bulan Ramadhan banyak ibadah yang bisa dilaksanakan disamping ibadah puasa itu sendiri.
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an. Allah Ta'ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (Al-Baqarah: 185)
Pada bulan ini para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النِّيْرَانِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ

“Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan dibelenggulah para setan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Pada bulan Ramadhan pula terdapat malam Lailatul Qadar. Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar.” (Al-Qadar: 1-5)

Ramadhan adalah bulan untuk menghapus dosa. Hal ini berdasar hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لَمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, dari Jum’at (yang satu) menuju Jum’at berikutnya, (dari) Ramadhan hingga Ramadhan (berikutnya) adalah penghapus dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah z)

Di sisi lain, di bulan Ramadhan kaum muslimin diberi kemudahan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk melaksanakan berbagai ibadah, karena para setan pada bulan ini dibelenggu, terkhusus setan yang sangat durhaka. Sehingga nampak semarak berbagai kebaikan, dan sebaliknya kejelekan berkurang. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Apabila Ramadhan telah tiba, maka dibukalah pintu-pintu Al Jannah (surga), dan ditutup pintu-pintu An Nar (neraka), serta para setan dibelenggu.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:

“Telah datang kepada kalian Ramadhan yaitu bulan yang diberkahi, pada bulan tersebut Allah mewajibkan atas kalian puasa, pada bulan tersebut dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka Jahannam serta dibelenggu para setan yang durhaka, di bulan itu juga Allah mempunyai satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak mendapatkan kebaikannya maka telah diharamkan (kebaikan baginya).” (HR. An Nasa’i)

Keutamaan Puasa pada bulan Ramadhan

1. Shaum (puasa)

Puasa adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam. Sehingga tidak sepatutnya seorang muslim melalaikan apalagi meninggalkannya.

Puasa juga mengandung sekian keutamaan bagi siapa yang melaksanakannya dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Dia juga memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya.

2. Shaum (puasa) membentengi pelakunya dari An Nar (Neraka)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya Shiyam (puasa) sebagai benteng, dengannya seorang hamba dapat membentengi dirinya dari An Nar (neraka). Dia (puasa itu) untukku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Ahmad no. 14727)

3. Shaum mengantarkan (pelakunya) ke dalam Al Jannah (Surga)

Shahabat Abu Umamah radliyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang dengan amalan tersebut aku bisa masuk Al Jannah (surga)!” Beliau ` bersabda: “Wajib bagimu untuk berpuasa, (karena) tidak ada yang sebanding dengannya.” (HR. An Nasa`i, Ibnu Hibban dan Al Hakim)

4. Orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala tanpa hisab (perhitungan)

5. Orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu bahagia ketika berbuka dan ketika bertemu Allah diakhirat.

6. Bau mulut orang yang berpuasa lebih baik bagi Allah Subhanallahu wa Ta’ala daripada aroma misik (kesturi)

Hal tersebut di atas sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Setiap amalan Bani Adam dilipatgandakan. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman: “Kecuali shaum (puasa). Maka sesungguhnya ia (puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya; dia (hamba) meninggalkan syahwat dan makannya karena Aku. Dan bagi orang yang puasa ada dua kebahagiaan yaitu ketika berbuka dan bertemu Rabbnya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada aroma misik.” (HR. Muslim no. 1945)

7. Shaum (puasa) dan Al Qur’an memberi syafa’at (dengan izin Allah) bagi pelakunya

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Shiyam (puasa) dan Al Qur`an keduanya memberi syafa’at bagi hamba pada hari kiamat. Shaum berkata: “Wahai Rabbku aku telah mencegahnya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at padanya.’ Dan Al Qur`an berkata: “Aku telah mencegahnya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at padanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam melanjutkan: “Maka keduanya (shaum dan Al Qur`an) diizinkan untuk memberi syafa’at.” (HR. Ahmad no. 6337)

8. Pintu Al Jannah (surga) “Ar Rayyan” dikhususkan bagi orang-orang yang berpuasa.

Termasuk salah satu keutamaan shaum (puasa) Ramadhan, Allah Subhanallahu wa Ta’ala jadikan bagi mereka yang berpuasa pintu khusus untuk mereka di Al Jannah (surga) yang diberi nama Ar Rayyan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat Sahl bin Sa’d radliyallahu ‘anhu, beliau ` bersabda:

“Sesungguhnya di Al Jannah (surga) ada sebuah pintu yang disebut Ar Rayyan. Pada hari kiamat kelak orang-orang yang berpuasa akan memasuki Al Jannah melalui pintu ini. Tidak seorang pun selain mereka masuk melalui pintu ini. Dikatakan (kepada mereka): ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’, maka mereka bangkit (dan masuk). Tidak seorang pun selain mereka masuk melalui pintu ini. Ketika mereka telah memasukinya, ditutuplah pintu tersebut, maka tidak seorang pun bisa memasukinya.” (HR. Al Bukhari no. 1763 dan Muslim no. 1947)

Dalam riwayat yang lain: “Maka apabila telah masuk orang terakhir dari mereka, ditutuplah pintu tersebut. Dan barangsiapa yang masuk dia akan minum dan barangsiapa minum, maka tidak akan pernah haus selamanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1903)
9. Memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa

Kaum muslimin rahimakumullah, seorang muslim yang diberi keutamaan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala dari sisi rizki hendaknya memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk membantu saudaranya yang kekurangan, walaupun sekedar memberi makanan berbuka untuk mereka, karena keutamaan memberi makanan berbuka orang yang berpuasa sangat besar nilainya di sisi Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Barangsiapa memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Akan tetapi bukan berarti dirinya tidak mengapa meninggalkan puasa (tidak berpuasa), cukup memberi makanan berbuka sudah mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa, maksudnya bukan demikian. Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala menerima amalan-amalan kita dan mengampuni dosa-dosa kita semua. Amin Ya Mujibas Sailin.

Rukun Berpuasa

a. Berniat sebelum munculnya fajar shadiq. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam :

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits ‘Umar bin Al-Khaththab radiyallahu 'anhu )
Juga hadits Hafshah radiyallahu 'anha, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam:

مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat berpuasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib (goncang) walaupun sebagian ulama menghasankannya.
Namun mereka mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Hafshah, ‘Aisyah radiyallahu 'anha, dan tidak ada yang menyelisihinya dari kalangan para shahabat.

Persyaratan berniat puasa sebelum fajar dikhususkan pada puasa yang hukumnya wajib, karena Rasulullah n pernah datang kepada ‘Aisyah radiyallahu 'anha pada selain bulan Ramadhan lalu bertanya: “Apakah kalian mempunyai makan siang? Jika tidak maka saya berpuasa.” (HR. Muslim)

Masalah ini dikuatkan pula dengan perbuatan Abud-Darda, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Hudzaifah ibnul Yaman rahimahumullah. Ini adalah pendapat jumhur.

Para ulama juga berpendapat bahwa persyaratan niat tersebut dilakukan pada setiap hari puasa karena malam Ramadhan memutuskan amalan puasa sehingga untuk mengamalkan kembali membutuhkan niat yang baru. Wallahu a’lam.

Berniat ini boleh dilakukan kapan saja baik di awal malam, pertengahannya maupun akhir. Ini pula yang dikuatkan oleh jumhur ulama [1]

b. Menahan diri dari setiap perkara yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim hadits dari ‘Umar bin Al-Khaththab radiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَأَدْرَكَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

“Jika muncul malam dari arah sini (barat) dan hilangnya siang dari arah sini (timur) dan matahari telah terbenam, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Puasa dimulai dengan munculnya fajar. Namun kita harus hati-hati karena terdapat dua jenis fajar, yaitu fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar kadzib ditandai dengan cahaya putih yang menjulang ke atas seperti ekor serigala. Bila fajar ini muncul masih diperbolehkan makan dan minum namun diharamkan shalat Shubuh karena belum masuk waktu.

Fajar yang kedua adalah fajar shadiq yang ditandai dengan cahaya merah yang menyebar di atas lembah dan bukit, menyebar hingga ke lorong-lorong rumah. Fajar inilah yang menjadi tanda dimulainya seseorang menahan makan, minum dan yang semisalnya serta diperbolehkan shalat Shubuh.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:

الْفَجْرُ فَجْرَانِ فَأَمَّا اْلأَوَّلُ فَإِنَّهُ لاَ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَلاَ يُحِلُّ الصَّلاَةَ وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّهُ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَيُحِلُّ الصَّلاَةَ

“Fajar itu ada dua, yang pertama tidak diharamkan makan dan tidak dihalalkan shalat (Shubuh). Adapun yang kedua (fajar) adalah yang diharamkan makan (pada waktu tersebut) dan dihalalkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1/304, Al-Hakim, 1/304, dan Al-Baihaqi, 1/377)
Namun para ulama menghukumi riwayat ini mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Abbas c dan bukan sabda Nabi n). Di antara mereka adalah Al-Baihaqi, Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2/165), Abu Dawud dalam Marasil-nya (1/123), dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh-nya (3/58). Juga diriwayatkan dari Tsauban dengan sanad yang mursal. Sementara diriwayatkan juga dari hadits Jabir dengan sanad yang lemah.

Wallahu a’lam.

Footnote :
1. Cukup dengan hati dan tidak dilafadzkan dan makan sahurnya seseorang sudah menunjukkan dia punya niat berpuasa, red

Siapa yang Diwajibkan Berpuasa?

Orang yang wajib menjalankan puasa Ramadhan memiliki syarat-syarat tertentu. Telah sepakat para ulama bahwa puasa diwajibkan atas seorang muslim yang berakal, baligh, sehat, mukim, dan bila ia seorang wanita maka harus bersih dari haidh dan nifas.
Sementara itu tidak ada kewajiban puasa terhadap orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, musafir, wanita haidh dan nifas, orang tua yang lemah serta wanita hamil dan wanita menyusui.

Bila ada orang kafir yang berpuasa, karena puasa adalah ibadah di dalam Islam maka tidak diterima amalan seseorang kecuali bila dia menjadi seorang muslim dan ini disepakati oleh para ulama.
Adapun orang gila, ia tidak wajib berpuasa karena tidak terkena beban beramal. Hal ini berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ وَعَنِ الصَّبِي حَتَّى يَحْتَلِمَ

“Diangkat pena (tidak dicatat) dari 3 golongan: orang gila sampai dia sadarkan diri, orang yang tidur hingga dia bangun dan anak kecil hingga dia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Meski anak kecil tidak memiliki kewajiban berpuasa sebagaimana dijelaskan hadits di atas, namun sepantasnya bagi orang tua atau wali yang mengasuh seorang anak agar menganjurkan puasa kepadanya supaya terbiasa sejak kecil sesuai kesanggupannya.

Sebuah hadits diriwayatkan Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radiyallahu 'anha:
“Utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam mengumumkan di pagi hari ‘Asyura agar siapa di antara kalian yang berpuasa maka hendaklah dia menyempurnakannya dan siapa yang telah makan maka jangan lagi dia makan pada sisa harinya. Dan kami berpuasa setelah itu dan kami mempuasakan kepada anak-anak kecil kami. Dan kami ke masjid lalu kami buatkan mereka mainan dari wol, maka jika salah seorang mereka menangis karena (ingin) makan, kamipun memberikan (mainan tersebut) padanya hingga mendekati buka puasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sementara itu, bagi orang-orang lanjut usia yang sudah lemah (jompo), orang sakit yang tidak diharapkan sembuh, dan orang yang memiliki pekerjaan berat yang menyebabkan tidak mampu berpuasa dan tidak mendapatkan cara lain untuk memperoleh rizki kecuali apa yang dia lakukan dari amalan tersebut, maka bagi mereka diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib membayar fidyah yaitu memberi makan setiap hari satu orang miskin.

Berkata Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma:
“Diberikan keringanan bagi orang yang sudah tua untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari kepada seorang miskin dan tidak ada qadha atasnya.” (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh keduanya)

Anas bin Malik radiyallahu 'anhu tatkala sudah tidak sanggup berpuasa maka beliau memanggil 30 orang miskin lalu (memberikan pada mereka makan) sampai mereka kenyang. (HR. Ad-Daruquthni 2/207 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 7/204 dengan sanad yang shahih. Lihat Shifat Shaum An-Nabi, hal. 60)

Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib atas mereka menggantinya di hari yang lain adalah musafir, dan orang yang sakit yang masih diharap kesembuhannya yang apabila dia berpuasa menyebabkan kekhawatiran sakitnya bertambah parah atau lama sembuhnya.
Allah Ta'ala berfirman:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184)
Demikian pula bagi wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap janinnya atau anaknya bila dia berpuasa, wajib baginya meng-qadha puasanya dan bukan membayar fidyah menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat para ulama.
Hal ini berdasar hadits Anas bin Malik Al-Ka’bi z, bersabda Rasulullah n:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلاَةِ وَالصَّوْمَ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

“Sesungguhnya Allah telah meletakkan setengah shalat dan puasa bagi orang musafir dan (demikian pula) bagi wanita menyusui dan yang hamil.” (HR. An-Nasai, 4/180-181, Ibnu Khuzaimah, 3/268, Al-Baihaqi, 3/154, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Yang tidak wajib berpuasa namun wajib meng-qadha (menggantinya) di hari lain adalah wanita haidh dan nifas.
Telah terjadi kesepakatan di antara fuqaha bahwa wajib atas keduanya untuk berbuka dan diharamkan berpuasa. Jika mereka berpuasa, maka dia telah melakukan amalan yang bathil dan wajib meng-qadha.

Diantara dalil atas hal ini adalah hadits Aisyah radiyallahu 'anha:

كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُأْمَرُ بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلاَ نُأْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

“Adalah kami mengalami haidh lalu kamipun diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Wallahu A’lam Bishshawab


Sumber :
1. (Sumber Buletin Islam Al Ilmu Edisi No: 33 / VIII / VIII / 1431,  http://www.assalafy.org/mahad/?p=527) &
2. (Dikutip dari tulisan Al-Ustadz Abu Abdirrahman Al-Bugisi, judul asli Hukum Ringkas Puasa Ramadhan. URL Sumber http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=295)


No comments:

Post a Comment